Jakarta, Gerbang Indonesia – Saban tahun, kebutuhan energi terus meningkat. Menyitir data dari Badan Pusat Statistik (BPS), kebutuhan energi pada 2050 diperkirakan mencapai 2,9 miliar setara barel minyak (SBM). Angka ini melonjak lebih dari dua kali lipat dari proyeksi 2025 yang sebanyak 1,1 miliar SBM.
Dibanding sektor lainnya, bidang industri menuntut kebutuhan energi terbesar dengan perkiraan pertumbuhan rata-rata 3,9% per tahun. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyatakan bahwa dari berbagai industri, konsumsi energi yang paling banyak berasal dari industri makanan sebesar 18,5%.
Kebutuhan energi ini, menuntut Indonesia harus bijak dalam mendiversifikasi sumber energi. Salah satunya, melalui pengelolaan energi alternatif seperti sampah.
Melalui teknologi Refused-Derived Fuel (RDF), Pemerintah Kota Depok bekerja sama dengan tim peneliti Universitas Pertamina berupaya untuk mengelola sampah menjadi bahan bakar yang dapat digunakan oleh UMKM di Kota Depok. RDF merupakan teknologi pengolahan sampah melalui proses homogenizers menjadi ukuran yang lebih kecil. Hasilnya sebagai sumber energi terbarukan dalam proses pembakaran, sebagai pengganti batu bara.
I Wayan Koko, Dosen Teknik Lingkungan Universitas Pertamina, mengungkap timnya bersama Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Depok berhasil memproduksi pelet RDF murah yang dapat dimanfaatkan UMKM makanan dan minuman.
BPS mencatat pada 2019 terdapat 3,9 juta UMKM tanah air yang bergelut di bidang makanan dan minuman. Jawa Barat menduduki posisi teratas dengan jumlah UMKM makanan dan minuman mencapai 791.435 UMKM.
UMKM produsen tahu Depok telah memanfaatkan pelet RDF hasil penelitian Universitas Pertamina dan DLHK Kota Depok sebagai sumber energi murah. Harga pelet RDF hanya Rp. 300 per kg, dibanding harga batu bara yang mencapai Rp. 700 per kg.
“Dengan menggunakan teknologi rotary dryer, kami memanfaatkan berbagai sampah yang ada, mulai dari sisa makanan, sampah plastik, sampah kertas, dan sampah kebun, untuk dijadikan pelet RDF. Namun dari berbagai jenis sampah yang ada, kami menemukan bahwa sampah kertas dan perkebunan seperti kayu dan ranting, masih menjadi limbah terbaik untuk pembuatan pelet RDF,” jelas Koko.
Pemilihan jenis sampah tersebut, lanjut Koko, disebabkan sampah kertas belum termanfaatkan secara optimal. Serta memiliki karakteristik yang hampir sama dengan sampah taman, karena dibuat dari serat kayu sehingga memberikan bahan bakar dengan kualitas kepadatan yang baik. Kertas memiliki nilai kalor 3024 kkal/kg yang dapat digunakan sebagai pelet RDF. Lebih lanjut, kandungan limbah kertas dan sisa tumbuhan pada pelet RDF akan meningkatkan kekuatan struktur pelet, membuatnya lebih awet dan ramah lingkungan.
Seperti metode RDF lainnya, sampah yang dihasilkan dikumpulkan di tempat pengelolaan sampah terpadu kemudian dipilah berdasarkan karakteristik, nilai kadar air dan nilai kalor yang terkandung dalam sampah. Selanjutnya dilakukan pengeringan dan pencacahan. Dari berbagai jenis sampah yang ada, sampah makanan memiliki kadar air yang paling tinggi, sehingga dibutuhkan pengeringan dan pengolahan lebih lanjut sebelum masuk ke tahap peletisasi.
Saat ini, Koko bersama dengan peneliti tengah mengembangkan RDF pelet dari limbah makanan dan juga feses. Bagi pelajar SMA/sederajat yang tertarik pada isu energi ramah lingkungan yang akan menjadi energi masa depan, dapat menjadikan Prodi Teknik Lingkungan Universitas pertamina sebagai pilihan.
Saat ini, kampus besutan PT Pertamina (Persero) tersebut kembali membuka pendaftaran Seleksi Nilai Rapor untuk Tahun Akademik 2022/2023. Pendaftaran telah dibuka hingga 28 Februari 2022 mendatang. Seleksi ini merupakan seleksi tanpa tes, yang dapat diikuti oleh siswa SMA/sederajat. Informasi lengkap terkait program studi serta syarat dan ketentuan pendaftaran dapat diakses di laman https://universitaspertamina.ac.id/pendaftaran
(Deni)